Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

10 Cerita Anak Islami Tentang Akhlak Beserta Hikmahnya

Assalamualaikum! Apa kabar semuanya? Semoga sehat selalu ya! Pada postingan ini, kami sudah memgumpulkan beberapa kisah dengan tema Cerita Anak Islami Islami Tentang Akhlak. Mengingat betapa pentingnya akhlak bagi si anak agar mereka tumbuh dewasa melalui jalan yang lurus sesuai ajaran nabi Muhammad SAW. 

Disini kami telah mencantumkan beberapa cerita anak islami tentang akhlak terpuji yang kami peroleh dari sosial media dan buku-buku kisah anak Islami. Silahkan dibaca, semoga anak-anak senang dan mendapatkan hikmah dan pelajaran dari kisah tersebut. Yuk, dibaca dan didengar!


10 Cerita Anak Islami Tentang Akhlak Beserta Hikmahnya

Cerita Anak Islami Tentang Akhlak

1. Umar bin Khattab dan Gadis Miskin Penjual Susu

Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin yang adil dan bijaksana. Untuk mengetahui kondisi rakyatnya, beliau sering berkeliling sendirian ke berbagai daerah. Khalifah Umar melakukannya dengan cara menyamar agar tidak diketahui identitasnya. Biasanya, penyamarannya dilakukan pada malam hari.

Suatu malam, Khalifah Umar melihat sebuah rumah yang lampunya masih menyala. Mengapa mereka belum tidur? Pikir Umar. Perlahan, Umar mendekati rumah itu karena khawatir orang di dalamnya belum tidur karena lapar. Dari luar, Umar mendengar percakapan seorang ibu dan anak perempuannya.

"Susu kambing kita menjadi sedikit karena musim kemarau," kata si ibu.

Anak perempuan itu menjawab, "Semoga padang rumput semakin subur ya, Bu. Aku harap kambing-kambing kita gemuk sehingga susu yang kita dapatkan lebih banyak dari ini. Insyaallah."

"Sepertinya kita hampir bangkrut karena penghasilan menurun dari hari ke hari," keluh sang ibu.

Sang anak tetap sibuk menuang susu ke dalam botol-botol kecil. Sesekali tangannya menggeser botol yang sudah terisi.

"Agar pendapatan kita bertambah, bagaimana kalau kita campur saja susu ini dengan air? Tidak akan kelihatan bedanya, kok," usul sang ibu.

Seketika, si anak menghentikan aktivitasnya. Dalam hati, dia terbesit untuk melakukannya, namun dia takut. "Bukankah semua penjual susu dilarang keras mencampur susu dengan air? Apalagi itu perintah Khalifah Umar."

"Siapa yang akan tahu? Pasti Khalifah Umar sedang tidur saat ini. Campur saja ya," bujuk sang ibu.

"Astagfirullah, sekali-kali tidak, Bu. Meski tidak ada yang melihat, Allah melihat semuanya. Allah mengetahui segalanya termasuk apa yang kita sembunyikan sekalipun," jawab sang anak.

Umar yang mendengar percakapan tersebut merasa kagum dengan keimanan si anak perempuan. "Masyaallah, teguh sekali iman perempuan itu. Insyaallah, jika anak perempuan itu belum menikah, akan aku nikahkan dengan salah satu anakku," pikir Umar.

Keesokan paginya, Umar memerintahkan Aslam, pembantunya, untuk mencari tahu tentang gadis itu. "Tolong cari tahu apakah gadis itu sudah menikah atau belum."

Siang harinya, Aslam melaporkan hasil temuannya. "Wahai Khalifah, setelah saya cari tahu, anak perempuan itu bernama Fatimah dan belum menikah."

"Baiklah. Tolong panggil semua anakku sekarang," perintah Umar.

Saat semua anak Umar berkumpul, Umar menceritakan kejadian semalam. "Ayah sangat rela jika kalian menikahi gadis yang tadi kuceritakan."

Asim, salah seorang putra Umar, mengangkat tangannya. "Nikahkan aku dengannya, Ayah. Insyaallah, aku siap."

"Insyaallah kau akan beruntung, nak. Dia adalah gadis yang takut kepada Allah," jawab Umar.

Hari berikutnya, Khalifah Umar dan Asim mendatangi rumah gadis jujur itu. "Bismillah, aku ingin menikahkan anakku Asim dengan putrimu."

Ibunya terkejut, "Kami hanyalah orang miskin. Mana mungkin putra seorang khalifah menikah dengan anakku?"

"Allah tidak melihat seseorang dari jabatannya. Allah hanya mengukur ketakwaan kita. Aku sudah menyaksikan sendiri bahwa putrimu, Fatimah, adalah orang yang jujur. Aku mengetahuinya saat sedang mengelilingi Madinah. Fatimah menolak untuk mencampur susu dengan air karena takut kepada Allah," jelas Umar.

Ibu Fatimah terharu mendengar cerita Khalifah Umar. Dia tak menyangka perbuatan mereka diketahui oleh Khalifah dan bukannya dihukum, anaknya justru akan dinikahkan dengan putra khalifah. "Saya mohon maaf karena berniat curang, wahai Khalifah. Terima kasih karena tidak menghukumku."

Akhirnya, setelah mendapat restu dari ibunya, Fatimah menikah dengan Asim. "Wahai Ayah, kami meminta doa restumu untuk keluarga kami."

Asim dan Fatimah hidup penuh berkah. Dari keduanya, Allah memberikan karunia berupa anak keturunan yang saleh. Semoga kita selalu diberikan hidayah untuk selalu berbuat jujur kapanpun dan di manapun kita berada. Amin.


2. Mengapa Harus Memakmurkan Masjid?

Hari Minggu pagi, Ayah membangunkan Kabi yang masih tertidur nyenyak. "Nak, ayo bangun. Katanya mau ikut kerja bakti di masjid," kata Ayah sambil menggoyangkan tubuh Kabi.

Dengan berat hati, Kabi pun bangun. "Ayah, ini kan masih jam 6."

"Kita akan berangkat jam 7. Semakin kita datang awal, pahala kita akan semakin banyak. Ayo cepat mandi," jawab Ayah.

Setengah jam kemudian, Kabi dan Ayah sudah sampai di masjid. Mereka termasuk yang pertama datang. Tak lama kemudian, warga lain mulai berdatangan. Kabi senang sekali melihat sahabatnya, Deni.

"Deni, di sini!" teriak Kabi.

Di sana, sekelompok bapak-bapak sedang menggulung karpet dan membawanya keluar untuk divakum. Ada juga kelompok yang membersihkan lantai, membersihkan debu di langit-langit, serta anak-anak yang diberi tugas mengelap pintu dan jendela.

"Lap yang bersih, ya," teriak Pak Ustaz.

"Siap, Pak!" jawab anak-anak.

Sejam kemudian, Kabi mulai capek dan memutuskan untuk istirahat. Dia melihat istri Pak Ustaz membawa minuman. Kabi dan Deni segera berlari mendekat. "Wah, es kelapa muda!" seru Kabi.

Sambil menikmati minuman, Deni bertanya, "Kabi, mengapa kita repot-repot begini? Bukankah sudah ada Pak Saleh yang setiap hari membersihkan masjid?"

Kabi menoleh dan menjawab, "Kata Ayah, ini adalah bentuk memakmurkan masjid. Jadi perlu untuk kita lakukan."

"Apa itu memakmurkan masjid?" tanya Deni lagi.

Pak Ustaz yang mendengar percakapan itu tersenyum. "Ahem, ahem," dia berdeham untuk menarik perhatian. "Memakmurkan masjid itu sama dengan memuliakan masjid dan itu adalah sunah Rasulullah. Dulu, Rasulullah sangat bersemangat memakmurkan masjid. Saat hijrah ke Madinah, masjid yang pertama dibangun adalah Masjid Quba, lalu Masjid Nabawi."

Pak Ustaz melanjutkan, "Ada dua cara memakmurkan masjid: fisik dan nonfisik. Fisik misalnya membangun masjid, memperbaiki yang rusak, dan melengkapi peralatan seperti tirai, speaker, dan mikrofon. Nonfisik misalnya meramaikan masjid untuk kegiatan ibadah, sosial, dakwah, dan pendidikan, serta membersihkan dan menjaga kebersihan masjid."

"Intinya, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan dan tidak membiarkannya kosong. Karena sekarang semua orang sibuk, kita lakukan ini secara berkala untuk bercengkrama antar warga juga."

"Berarti ngaji di masjid juga termasuk ya, Pak Ustaz?" tanya Kabi.

"Iya, ngaji termasuk, karena bagian dari pendidikan. Pahalanya banyak loh, kalau kita semangat memakmurkan masjid."

"Itu benar sekali. Yuk, mulai memakmurkan masjid dari hal sederhana: sering salat di masjid, mengadakan pendidikan Alquran, dakwah, dan menjaga kebersihannya agar masjid selalu mulia karena masjid adalah rumah Allah," tambah Pak Ustaz.

Tidur Lebih Cepat, Bangun Lebih Awal
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Ibu masih terlihat membaca buku, Ayah masih sibuk dengan laptopnya, dan Kabi masih asyik menonton TV. Kabi melirik ke arah Ayah dan Ibu.

"Asik, Ibu belum menyuruhku tidur," pikir Kabi.

Namun, Ibu menutup bukunya dan berkata, "Nah, sudah jam 9, waktunya Kabi tidur ya."

"Iya, Bu. Tapi, boleh nonton filmnya lebih lama sedikit? Tadi kan belajarnya lebih lama dari biasanya," pinta Kabi.

Ibu mendekat dan mengambil remote TV. "Kabi, kita sudah sepakat kalau Kabi harus tidur jam 9 malam. Tidur yang cukup itu penting untuk tubuh. Selama tidur, tubuh akan melemaskan otot, memperbaiki sel, mengembalikan energi, dan meningkatkan imun tubuh. Bahkan, tidur diatur dalam Al-Quran, surat An-Naba ayat 9."

"Sejam lagi saja, Bu? Atau 30 menit?" Kabi memohon.

Ibu menghela napas panjang, duduk di samping Kabi, dan berkata lembut, "Anak-anak harus tidur minimal 8 jam sehari. Tadi siang kan Kabi tidak tidur karena menyiapkan tugas, jadi malam ini harus tidur lebih cepat."

Kabi tertunduk lesu. "Ada satu sunah Rasulullah tentang tidur, yaitu tidur lebih cepat dan bangun lebih awal. Rasulullah mengajarkan, jangan tidur sebelum Isya dan segeralah tidur setelah Isya, kecuali ada hal penting yang harus dilakukan," jelas Ibu.

Mendengar penjelasan Ibu, Kabi pun segera mematikan TV-nya. Dia ingin mengikuti teladan Nabi. "Ibu, apakah Ibu juga akan segera tidur? Ayah juga?" tanya Kabi.

"Iya, Ayah akan segera tidur setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ayo, Kabi masuk selimut, berdoa sebelum tidur, dan mohon kepada Allah agar bisa bangun pagi," kata Ibu.

"Selamat tidur, Ibu," ucap Kabi sebelum memejamkan matanya.

Sedekah Sederhana
"Masyaallah, cucu nenek sudah tambah besar. Hari ini Kabi akan menginap di sini. Nenek tidak lupa kalau ada Shilla juga," kata nenek bahagia melihat cucu-cucunya.

"Sore harinya, Kabi dan Shilla duduk santai di teras rumah sambil menyantap singkong goreng. "Enak sekali! Ini yang aku suka!" kata Kabi menirukan film animasi favoritnya.

"Iya, Kakak juga suka. Kalau berlibur ke rumah nenek, makanannya enak dan orang-orangnya ramah," kata Shilla.

"Benar, Kak. Semua orang di sini suka tersenyum," tambah Kabi.

"Itu karena mereka sedang bersedekah. Tersenyum itu tidak hanya dilakukan pada orang yang dikenal saja," jawab Nenek.

"Bersedekah, Nek?" tanya Kabi.

"Senyum adalah sedekah. Rasulullah bersabda, 'Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu.' Senyum menunjukkan simpati, perhatian, dan dukungan. Energi positif pun terbentuk," jelas Nenek.

Menurut ilmu kesehatan, senyum melatih otot wajah dan melancarkan peredaran darah. "Senyum bisa disebut sebagai olahraga wajah," tambah Nenek.

"Aku mau olahraga wajah dulu, ah!" Kabi menggerak-gerakkan wajahnya membentuk berbagai macam senyuman yang aneh.

"Oh iya, ada satu lagi yang bisa kalian lakukan sebagai sedekah: menyingkirkan halangan di jalan. Misalnya batu atau pasir yang bisa membuat orang lain tersandung atau tergelincir. Ini termasuk sedekah sederhana tapi pahalanya besar," kata Nenek.

"Baiklah, mulai hari ini Kabi akan terus tersenyum," ujar Kabi sambil tertawa bahagia bersama Nenek dan Shilla.


3. Gajah dan Semut

Sinar matahari perlahan menyusup melalui sela-sela dedaunan di lebatnya hutan Flona. Dari sarang semut yang muncul di permukaan tanah, keluarlah Anton si Semut menyambut hangatnya pagi.

"Hah, pagi yang cerah! Matahari pagi ini benar-benar hangat setelah semalaman kedinginan karena hujan. Cuaca yang bagus untuk mencari makanan," kata Anton.

"Hei, selamat pagi semua!" sapa Anton kepada teman-temannya.

"Selamat pagi, Anton!" jawab teman-temannya serempak.

Beberapa hari yang lalu, Anton berjalan-jalan di dekat situ dan melihat banyak buah serta biji-bijian yang bisa dijadikan bahan makanan untuk beberapa hari ke depan. "Yuk, langsung meluncur! Perutku sudah lapar," kata Anton sambil tertawa.

"Kamu ini memang mesin penyedot makanan. Setiap dengar kata makanan, jadi lapar terus," canda teman-temannya.

"Kita butuh banyak makanan biar bisa kuat menggotong semuanya," tambah Anton.

Kawanan semut ini memulai perjalanan mereka menyusuri sungai kecil yang mengalir lurus. Setelah beberapa saat, mereka mulai melihat buah-buahan yang mereka cari. Mereka pun sibuk bergotong-royong mengumpulkan makanan. Semua saling membantu, sehingga pekerjaan mereka cepat selesai.

"Semua kalau dikerjakan bersama-sama pasti cepat selesai," kata Anton.

Setelah semuanya terkumpul, mereka bersiap untuk pulang. Namun, tiba-tiba tanah bergetar keras. Rupanya itu Evan si Gajah Pemarah.

"Hei, berapa kali kubilang untuk berhati-hati kalau berjalan! Badan kalian kecil, jangan salahkan aku kalau terinjak," kata Evan sambil menyemprotkan air dari kubangan bekas hujan semalam ke arah para semut.

"Baru disemprot air sedikit aja sudah terhuyung-huyung, sungguh lemah kalian," ejek Evan.

"Kita harus melawan jika tidak dia akan terus menjahili kita," kata Anton. "Apakah kalian ada ide? Sebanyak apapun kalian, tidak akan bisa mengalahkanku," lanjut Evan sombong.

Para semut mengabaikan perkataan Evan dan sibuk menyusun strategi. Setelah semuanya siap, Anton berkata, "Ayo mulai serang, teman-teman!"

Evan tidak siap dengan serangan para semut. Anton dan kawan-kawannya yang kecil masuk ke dalam belalai Evan dan mulai menggigitinya. "Aduh, geli! Sakit!" Evan berguling-guling di tanah menahan rasa sakit di belalainya.

Setelah merasa cukup, Anton dan kawan-kawan pun keluar dari belalai Evan. "Bagaimana, Evan? Masih meremehkan kami yang kecil mungil ini?" tanya Anton.

"Maafkan aku karena selalu meremehkan kalian. Walaupun tubuh kalian kecil, namun kalian dapat mengalahkanku yang besar ini," kata Evan menyesal.

"Kami terima permintaan maafmu. Lain kali jangan meremehkan hewan lain ya. Belum tentu dia lebih lemah dari kamu," jawab Anton.

Evan berjanji untuk lebih berhati-hati lagi ketika berjalan dan tidak mengganggu hewan lain. Pesan dari cerita ini adalah: Berbangga diri boleh, namun janganlah berlebihan hingga meremehkan orang lain. Belum tentu kita lebih baik dari mereka yang kita remehkan.


4. Allah Melihat Kita Dimanapun

Di kota Baghdad, hiduplah seorang ulama besar yang sangat terkenal. Beliau memiliki ilmu yang sangat luas, berhati mulia, dan selalu bersikap adil kepada siapapun. Beliau adalah Syekh Junaid Al-Baghdadi. Di antara semua muridnya, ada satu pemuda yang paling disayang. Menurut para murid lainnya, guru terlalu sering menghabiskan waktu berdua dengan satu murid tersebut dan sering berdialog dengannya, sesuatu yang tidak pernah dilakukan dengan murid lainnya.

Suatu hari, para murid berkumpul di halaman belakang. Mereka membahas sikap guru yang dianggap tidak adil. "Apakah kalian sadar kalau guru terlalu memanjakan anak itu?" tanya seorang murid.

"Benar sekali. Setiap kali ada kajian ilmu, selalu dia yang mendapatkan perhatian lebih. Seolah-olah kita semua ini tidak mengerti apa-apa," sahut murid lainnya.

Obrolan kecil tersebut lama-kelamaan menumbuhkan rasa iri di hati semua murid. Mereka tidak melakukan kekerasan secara langsung, tetapi mulai mengucilkannya. Seperti yang terjadi hari ini, seorang murid terlambat datang ke acara kajian karena berita bohong yang disampaikan murid-murid lainnya bahwa jadwal kajiannya diundur.

"Maaf, guru. Saya terlambat karena salah mengingat jadwal," kata si murid.

Guru memandang muridnya itu dengan seksama. Beliau berpikir tidak mungkin murid yang begitu cemerlang bisa salah mengingat jadwal. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Guru menghela nafas dan mempersilakan muridnya untuk duduk.

Hari berikutnya, guru sengaja mengumpulkan semua muridnya. Beliau berkata, "Aku ingin mengajarkan suatu hal berharga kepada kalian semua. Pergilah ke pasar dan beli seekor ayam. Tugas kalian adalah menyembelih ayam itu di tempat yang tidak ketahuan sama sekali. Pastikan tidak ada yang melihat kalian."

Para murid membubarkan diri. Mereka mengobrol dengan santai, merasa bahwa tugas dari guru kali ini sangat mudah. "Siapapun bisa melakukan itu," kata salah satu murid. Murid lainnya yang mendengar hal itu pun setuju.

Sore harinya, semua murid berkumpul kembali, masing-masing membawa seekor ayam yang sudah disembelih. Wajah mereka ceria, yakin bahwa mereka pasti lulus dari ujian ini.

Guru memandang semua muridnya dan kemudian memanggil seorang murid. "Aku melihat kamu sudah berhasil menyembelih ayam. Coba ceritakan di mana dan bagaimana kamu menyembelihnya," ucap guru.

Murid yang ditunjuk maju dan berbicara dengan lantang. "Saya membeli ayam ini di pasar, kemudian saya pulang, mengunci pintu rumah, menuju ke kamar, mengunci pintu kamar, dan menutup semua tirai. Setelah memastikan tidak ada orang, saya menyembelih ayam ini."

Guru menganggukkan kepala kemudian meminta murid berikutnya untuk maju. Murid itu berkata, "Saya pergi ke sebuah gua yang jauh di tengah hutan dan menyembelih ayam di sana. Saya pastikan tidak ada yang melihat."

Kemudian murid ketiga melaporkan kegiatannya. "Saya pergi ke puncak bukit sendirian dan menyembelih ayam di sana. Bukit itu sangat jauh dan bahkan tidak pernah dijamah manusia, jadi saya sangat yakin tidak ada siapapun yang melihat."

Guru berkata, "Baiklah. Kalian sudah melaksanakan perintahku. Sekarang majulah engkau. Aku lihat ayammu masih hidup. Apakah kamu kesulitan menjalankan perintah yang begitu mudah bahkan semua murid yang lain berhasil melaksanakannya dengan mudah?"

Si murid maju dengan gugup, ayam di pelukannya masih hidup dan berkokok. Suaranya terbata-bata ketika ia bicara, "Maaf, guru. Saya gagal melaksanakan perintah. Saya tidak bisa mencari tempat yang tidak terlihat oleh siapapun. Ketika saya masuk kamar, Allah melihatku. Ketika aku pindah ke hutan yang jauh, Allah melihatku. Bahkan ketika aku masuk ke gua atau semua tempat lainnya, Allah tetap melihatku."

Guru tersenyum puas mendengar jawaban muridnya ini kemudian berkata, "Wahai murid-muridku, apakah sekarang kalian paham? Pastikan kalian selalu bertindak sesuai kebenaran. Iri adalah penyakit hati yang harus kalian buang jauh-jauh. Mulai sekarang, belajarlah dengan tekun."

Guru sungguh bijaksana. Dengan satu perintah, beliau berhasil menyadarkan muridnya bahwa apa yang kita sangka belum tentu benar. Ketika kita merasa lebih tinggi, selalu ada orang yang lebih tinggi lagi. Tidak ada di dunia ini yang luput dari pengawasan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.


5. Syukur dan Tafakur

Seorang pria sedang berkeliling di sebuah desa. Ia mencari tempat untuk beristirahat. Ketika bertemu dengan penduduk setempat, ia mendekati mereka dan berkata, "Hai, bolehkah aku beristirahat di sini?"

"Hei, siapa kamu? Pergilah! Kamu membawa penyakit menular!" salah satu penduduk berseru.

"Tolonglah, aku hanya ingin tempat untuk beristirahat. Aku tidak akan mengganggu kalian," jawab pria itu.

"Tidak! Kami tidak mau tertular. Pergilah!" penduduk lain menimpali.

Pria itu, yang memiliki penyakit kusta, merasa sedih dan terhina. Ia berjalan menjauh, mencari tempat yang sepi untuk beristirahat. Ketika ia menemukan sebuah gua, ia duduk di dalamnya dan berdoa, "Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk melewati semua ini. Berikanlah kesembuhan dan ampunanMu."

Keesokan harinya, seorang petani lewat dan melihat pria tersebut. Petani itu berkata, "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku mencari tempat untuk beristirahat. Aku dijauhi oleh semua orang karena penyakitku," jawab pria itu.

Petani merasa kasihan dan menawarkan makanan. "Aku tidak punya banyak, tapi ambillah ini."

"Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu," ucap pria itu dengan tulus.

Sementara itu, di desa yang sama, ada seorang lelaki yang botak dan miskin. Ia juga sering dihina dan dijauhi oleh penduduk. "Lihat, ada si botak jelek!" seru salah satu penduduk sambil tertawa.

Pria botak itu menunduk dan terus berjalan. Ia mencari pekerjaan di desa, tetapi tidak ada yang mau menerimanya. Ia hanya ingin cukup uang untuk membeli makanan. "Tolonglah, Tuan. Aku butuh pekerjaan agar bisa makan," pintanya kepada seorang majikan.

"Pergilah! Aku tidak butuh pekerja jelek sepertimu," jawab majikan dengan kasar.

Dengan hati yang hancur, pria botak itu meninggalkan desa. Ia pun berdoa, "Ya Allah, tolonglah aku. Berikanlah aku kesempatan untuk hidup lebih baik."

Hari demi hari berlalu. Di tempat lain, seorang pengemis buta berkelana mencari bantuan. "Apakah ada yang bisa memberiku pekerjaan?" tanyanya kepada orang-orang yang ditemuinya.

"Aku tidak butuh orang buta. Pergilah!" jawab salah satu orang.

Pengemis buta itu pun merasa putus asa. "Ya Allah, aku tidak meminta banyak. Hanya berikan aku kesempatan untuk hidup dengan layak," doanya.

Suatu hari, ketiga pria tersebut bertemu dengan seorang musafir tua yang bijaksana. Musafir itu berkata, "Aku punya obat yang bisa menyembuhkan penyakit kalian. Cobalah."

Pria dengan penyakit kusta, pria botak, dan pengemis buta mencoba obat yang diberikan oleh musafir tua itu. Ajaibnya, mereka sembuh!

"Alhamdulillah, aku sembuh!" teriak mereka dengan gembira.

Musafir tua itu tersenyum dan berkata, "Ingatlah selalu untuk bersyukur. Allah telah memberikan kalian kesempatan kedua. Gunakanlah dengan bijaksana."

Pria dengan penyakit kusta kemudian mendapatkan unta untuk membantunya berkelana, pria botak diberi sapi untuk memulai kehidupan baru, dan pengemis buta diberikan kambing agar bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.

Bertahun-tahun kemudian, musafir tua itu kembali ke desa untuk melihat ketiga pria tersebut. Pria dengan unta, sapi, dan kambing tetap rendah hati dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan. Mereka hidup dengan damai dan membantu orang-orang di sekitarnya.

Sementara itu, di tempat lain, orang-orang yang pernah menghina dan menjauhi mereka kini hidup dalam kesulitan karena tidak pernah bersyukur dan selalu bersikap sombong.

Ingatlah, selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah. Jangan pernah merendahkan orang lain karena kita tidak pernah tahu ujian apa yang sedang mereka hadapi.

Note: Nantikan 5 kisah dan cerita anak islami lainnya disitus ini ya!

Kesimpulan

kumpulan cerita anak Islami tentang akhlak mengajarkan kita banyak nilai penting yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap cerita memberikan pelajaran tentang kesabaran, keikhlasan, syukur, serta pentingnya menghormati dan membantu sesama. Melalui cerita-cerita ini, anak-anak diajarkan untuk memiliki sikap yang baik dan terpuji, menghindari sifat sombong dan egois, serta selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah. Hikmah yang dapat diambil dari cerita-cerita ini adalah bahwa dengan memiliki akhlak yang baik, seseorang tidak hanya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia, tetapi juga keberkahan dan pahala di akhirat.

Posting Komentar untuk "10 Cerita Anak Islami Tentang Akhlak Beserta Hikmahnya"